
TUBAN (15/03/2025)- Setoran pajak dua bulan pertama tahun ini defisit, yakni di bulan Januari dan Februari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut penerimaan pajak per Februari mencapai Rp187,8 triliun atau baru mencapai 8,6 persen dari target. Capaian penerimaan pajak ini anjlok sebesar 30,19 persen secara year on year (yoy). Sebab, pada dua bulan awal 2024, penerimaan pajak Rp269,02 triliun.
Secara keseluruhan, APBN 2025 defisit 0,13 persen atau Rp31,2 triliun per 28 Februari 2025. Belanja negara sudah mencapai Rp348,1 triliun, sedangkan pendapatan baru di angka Rp316,9 triliun. Seperti diketahui, defisit APBN tahun ini ditargetkan sebesar 2,53% terhadap PDB Indonesia atau sekitar Rp 616,3 triliun.
“APBN 2025 didesain dengan defisit Rp 612,2 triliun, jadi defisit ini masih di dalam target yang didesain dari APBN,” ucap Sri Mulyani.
Sementara itu dikutip dari CNN Indonesia, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny Sasmita melihat penerimaan pajak anjlok 30 persen gara-gara kebijakan populis Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, ada sejumlah kebijakan Prabowo yang berupa relaksasi terhadap penarikan pajak. Misalnya, pemangkasan PPN demi diskon tiket pesawat mudik Lebaran 2025. Ada juga beberapa insentif di akhir tahun, seperti diskon properti dan insentif untuk kendaraan listrik. Berbagai kebijakan populis itu mengurangi penerimaan negara secara nyata.
“Kebijakan populis ini kan salah satu senjata politik sebenarnya, bukan senjata ekonomi, bukan senjata fiskal. Tapi imbasnya ke fiskal dan itu saya sepakat kebijakan populis menjadi salah satu penyebab,” kata Ronny.
Dia berkata anjloknya penurunan penerimaan pajak juga disebabkan kontraksi di beberapa sektor, terutama sektor manufaktur dan jasa. Hal itu membuat penerimaan negara pun menurun. Ronny mengatakan kondisi ini terjadi karena perubahan kebijakan fiskal saat pergantian pemerintahan. Dia berharap kebijakan-kebijakan yang dibuat Prabowo bisa memicu gairah di berbagai sektor dalam waktu dekat.
Dia juga melihat potensi perbaikan kondisi karena perang dagang Amerika Serikat dengan China. Menurutnya, Indonesia bisa memanfaatkan kondisi ini karena harga komoditas akan tetap tinggi beberapa waktu mendatang.
Repoter: Nur Abbel Elyza Putri / M Sandy Prakoso