
(02/05/2025) – Setrika pertama kali dikenal sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Pada masa itu, para wanita menggunakan setrika yang terdiri dari lempengan logam yang dipanaskan dan ditekan pada kain untuk merapikannya. Alat yang sederhana ini memerlukan tenaga dan waktu yang cukup besar untuk hasil yang optimal. Teknologi setrika terus berkembang seiring waktu, terutama ketika peralatan rumah tangga mulai mengalami revolusi pada abad ke-19. Dikutip dari Neozen pada Jumat (02/05/2025).
Sejarah setrika dimulai sejak zaman kuno, di mana metode awal untuk merapikan pakaian menggunakan benda-benda berat dan panas. Pada abad ke-1 di Tiongkok, orang menggunakan wajan besi yang diisi dengan bara api untuk menghaluskan kain. Setrika pertama yang lebih mirip dengan bentuk modernnya muncul pada abad ke-17 di Eropa, terbuat dari besi yang dipanaskan di atas api atau kompor. Setrika ini berat dan sulit digunakan karena harus terus-menerus dipanaskan ulang.
Pada akhir abad ke-19, inovasi penting muncul dengan ditemukannya setrika listrik oleh Henry W. Seely pada tahun 1882 di Amerika Serikat. Setrika listrik pertama ini lebih praktis dibandingkan dengan setrika tradisional yang dipanaskan dengan api. Seiring berjalannya waktu, setrika listrik terus berkembang, dengan penambahan fitur-fitur baru seperti pengatur suhu dan setrika uap, yang muncul pada pertengahan abad ke-20. Setrika uap memungkinkan pakaian lebih mudah dirapikan karena memanfaatkan uap panas untuk menghaluskan serat kain.
Setrika pada saat ini memang sangat mudah digunakan, namun kali ini mari kita melihat sejarah untuk mengenal setrika pada zaman dahulu yaitu setrika arang. Setrika arang merupakan benda yang sering digunakan sebulum adaya listrik pada zaman dahulu cara memakai setrika ini pun cukup unik, memerlukan bahan pemanas setrika seperti arang ,minyak tanah, dan korek api.
Setrika arang memang memiliki kekurangan yang cukup mencolok, yaitu bau asapnya yang menyengat dan bisa menempel pada pakaian. Hal ini disebabkan oleh pembakaran arang di dalam ruang setrika yang menghasilkan asap dan residu panas. Jika tidak digunakan dengan hati-hati, asap ini dapat mengganggu kenyamanan dan merusak aroma pakaian yang sudah dicuci bersih.
“Untuk penggunaan setrika ini agak lumayan rumit karena memang pada zaman dulu untuk penerangan saja masih banyak yang mengunakan minyak tanah dan bara api. Jadi, perjuangan orang dulu masih benar-benar tradisional dan penghilang bau juga masih mengunakan daun pandan,’’ ujar Ramidah pemilik setrika.
Untuk mengurangi bau asap yang menyengat, ada beberapa tips yang bisa diterapkan. Salah satunya adalah dengan menggunakan arang srikaya yang benar-benar kering, karena arang yang basah atau masih mentah cenderung menghasilkan lebih banyak asap. Selain itu, menambahkan daun pandan kering ke dalam ruang setrika atau di sekitar area penyetrikaan bisa membantu memberikan aroma alami yang segar dan menetralkan bau asap. Cara ini merupakan warisan pengetahuan tradisional yang masih digunakan oleh sebagian orang di pedesaan hingga kini.
“Koleksi barang-barang seperti ini bisa dijadikan investasi, karena setrika ini masih masuk dalam jenis barang yang antik dan bisa dijadikan sebagai nilai sejarah,” tambahnya.
Namun, sejak ditemukannya listrik dan berkembangnya teknologi rumah tangga, setrika arang perlahan-lahan ditinggalkan. Masyarakat kini lebih memilih menggunakan setrika listrik atau setrika uap yang lebih praktis, aman, dan bebas asap. Oleh karena itu, setrika arang menjadi semakin langka dan kini berubah fungsi menjadi barang koleksi antik. Banyak kolektor barang kuno yang mencari setrika jenis ini karena nilai sejarah dan keunikan bentuknya yang klasik, menjadikannya sebagai simbol nostalgia masa lalu.
Reporter: Ahmad Al Amin / Natasya Sahana / S. Fadhilah N. I.