
Lamongan – Ketidakstabilan kebijakan politik di sektor perikanan kembali berdampak besar bagi industri di kawasan pantura lamongan utara. PT. Bahari Biru Nusantara, salah satu perusahaan perikanan tepatnya di Sedayulawas. Perusahaan tersebut melaporkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 162 karyawan secara mendadak pada Rabu, 15 Januari 2025. Manajemen perusahaan menjelaskan bahwa keputusan ini diambil karena krisis pemasukan ikan yang tidak sesuai target.
Menurut Pak Lis, perwakilan dari manajemen, kebijakan pemerintah yang tidak konsisten terkait ekspor ikan menjadi salah satu penyebab utama.
“Kami menghadapi situasi sulit karena target pemasukan ikan tidak terpenuhi. Akibatnya, perusahaan tidak mampu lagi menanggung beban operasional,” ungkapnya.
PT. Bahari Biru Nusantara adalah salah satu perusahaan yang bergantung pada stabilitas kebijakan perikanan. Dengan adanya perubahan aturan ekspor dan impor ikan yang sering kali mendadak, perusahaan merasa kesulitan untuk menyesuaikan strategi bisnis mereka.
“Kebijakan ini menciptakan ketidakpastian di pasar. Kami kehilangan kepercayaan dari mitra dagang, dan itu menyebabkan penurunan signifikan dalam pemasukan,” tambah Pak Lis.
Untuk menjaga keberlangsungan perusahaan, manajemen memberlakukan sistem kontrak kerja dengan ketentuan ketat. “Jika karyawan melanggar aturan dalam kontrak, mereka harus menerima konsekuensi, termasuk pemberhentian kerja,” jelasnya.
Sementara itu, para karyawan yang terkena PHK mengaku kecewa atas keputusan perusahaan. Salah satu karyawan Fani, mengungkapkan bahwa mereka tidak mendapatkan pemberitahuan sebelumnya.
“Kami diberhentikan begitu saja tanpa ada peringatan. Padahal, ini bukan salah kami. Krisis ini terjadi karena kebijakan pemerintah yang tidak stabil,” katanya.
Fani juga menambahkan bahwa PHK ini membawa dampak besar bagi keluarganya. “Saya adalah tulang punggung keluarga. Kehilangan pekerjaan secara mendadak membuat kami kebingungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya dengan nada sedih.
Pengamat kebijakan publik, Pak Hadi, memberikan tanggapan atas situasi ini. Ia menilai bahwa ketidakstabilan kebijakan di sektor perikanan tidak hanya berdampak pada perusahaan, tetapi juga pada pekerja dan masyarakat pesisir secara keseluruhan.
“Kebijakan yang tidak konsisten merusak ekosistem industri perikanan. Selain itu, pemerintah perlu memahami bahwa setiap keputusan yang mereka ambil akan berdampak langsung pada stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat,” tegasnya.
Pak Hadi juga menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan investigasi untuk memahami akar permasalahan ini.
“Kami sedang mengumpulkan data dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan pekerja. Langkah ini penting agar kita bisa merumuskan solusi yang tepat,” katanya.
Industri perikanan di Indonesia, terutama di wilayah pantura, telah lama menghadapi berbagai tantangan. Salah satu masalah utama adalah kebijakan ekspor ikan yang kerap berubah-ubah. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah menerapkan berbagai aturan baru, seperti pembatasan jenis ikan yang boleh diekspor dan kuota penangkapan.
Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, perubahan kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut. Namun, implementasi kebijakan yang tidak konsisten justru menciptakan kebingungan di lapangan.
“Banyak nelayan dan perusahaan perikanan yang akhirnya rugi karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Selain itu, rantai distribusi ikan menjadi terganggu, sehingga berdampak pada harga di pasar,” jelas Pak Hadi.
Melihat dampak yang begitu luas, pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk menciptakan kebijakan yang lebih stabil.
Kasus PHK massal yang terjadi di PT. Bahari Biru Nusantara menjadi pengingat penting bahwa kebijakan di sektor perikanan tidak hanya berdampak pada pelaku usaha, tetapi juga pada stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat pesisir. Pemerintah diharapkan segera bertindak untuk menciptakan kebijakan yang mendukung industri sekaligus melindungi pekerjanya. (Nofiana/Mei)
Reporter : Nofiana