SOLUTIF

Noyo Gimbal, Pejuang Anti Kolonial Dari Blora

Gambar Patung Noyo Gimbal Blora

Tuban, 3 Juni 2025 – Noyo Gimbal, juga dikenal sebagai Noyo Sentiko merupakan seorang pejuang lokal asal Blora, Jawa Tengah.  Noyo Gimbal dikenang atas perjuangannya melawan penjajahan Belanda pada masa kolonial, yang diperkirakan berlangsung pada abad ke-19 atau awal abad ke-20. Noyo Gimbal memulai perlawanannya dengan melakukan tapa brata di Gunung Genuk, wilayah pegunungan Kendeng Rembang. Sebelum mengumpulkan kekuatan di Gunung Surak bersama para brandal dari Sedan dan Pamotan Rembang. Keputusannya untuk melawan kolonial Belanda disambut antusias oleh masyarakat setempat, menunjukkan semangat perlawanan terhadap penjajahan.

“Dalam sebuah perang melawan tentara Belanda, Akhirnya para pejuang yang terdiri dari orang-orang Pribumi dan keturunan Cina, para berandal, santri, hingga kyai berkumpul di alun-alun Masjid Jami’ Lasem”, kata Sariman Lawantiran, Koordinator Komunitas Jelajah Blora dikutip dari Liputan6.com.

Dalam semboyannya “Lega Lila Sabaya Pati Sukung Raga Lan Nyawa Ngrabasa Nyirnakake Kupeni Walanda Seko Bumi Jawa”  “Sukarela berjuang sampai mati mengorbankan raga dan nyawa untuk menyingkirkan Kompeni Belanda dari Bumi Jawa” mereka bersama-sama melakukan perang sabil terhadap kolonial belanda.

Noyo Gimbal, memulai perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda dengan strategi yang cerdik. Ia memilih untuk menyerang dari arah utara, tepatnya dari wilayah Rembang, sebagaimana dijelaskan oleh Sariman, seorang ahli sejarah lokal. Pilihan ini mungkin didasarkan pada pertimbangan geografis dan dukungan masyarakat setempat. Perlawanan yang diorganisir oleh Noyo Gimbal terbukti sangat efektif. Ia berhasil membangun gerakan rakyat yang masif, yang mengejutkan pihak Belanda dan membuat mereka kewalahan. Kekuatan perlawanan ini menunjukkan kemampuan Noyo Gimbal dalam mengorganisir dan memotivasi masyarakat untuk berjuang melawan penjajah.

Namun, perjuangan heroik ini menghadapi tantangan berat. Noyo Gimbal dan pasukannya, yang terdiri dari para brandal (pejuang) dari Sedan dan Pamotan, akhirnya terjebak di tanah lapang di daerah Tireman, Rembang. Situasi ini kemungkinan disebabkan oleh pengkhianatan atau kesalahan strategi, yang dimanfaatkan oleh pihak Belanda untuk mengepung mereka. Meskipun berakhir dengan kekalahan, perlawanan Noyo Gimbal dan pasukannya telah meninggalkan jejak penting dalam sejarah perjuangan melawan kolonialisme di wilayah tersebut. Keberanian dan semangat juang mereka menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya dan membuktikan kuatnya resistensi lokal terhadap kekuasaan kolonial.

Dalam pertempuran melawan Belanda, Noyo Gimbal menggunakan payung sebagai pusaka yang menjadi simbol kekuatan dan perlindungan bagi pasukannya. Namun, dalam pertempuran sengit, payung tersebut terbakar menjadi abu setelah terkena tembakan meriam Belanda. Peristiwa ini menandai titik balik dalam perjuangan mereka. Pertempuran tersebut sangat berdarah, dengan banyak korban di kedua pihak. Di tengah kekacauan perang, terjadi peristiwa yang kemudian menjadi legenda. Rambut Noyo Gimbal yang panjang terurai bercampur dengan darah para pejuang yang gugur, memberikannya julukan baru “Ki Noyo Gimbal”. Julukan ini menjadi simbol pengorbanan dan semangat juang yang tak pernah padam.

Meskipun perlawanan Noyo Gimbal sangat gigih, pihak kolonial Belanda menggunakan berbagai cara untuk mengalahkannya, termasuk strategi yang licik dan tidak ksatria. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan meracuni makanan Noyo Gimbal, yang membuatnya tidak sadarkan diri dan akhirnya berhasil ditangkap. Nasib Noyo Gimbal setelah tertangkap sungguh menyedihkan. Tubuhnya diikat, dimasukkan ke dalam tong besar, dan dibuang ke laut. Tindakan ini menyebabkan hilangnya jejak makam Noyo Gimbal. Hingga kini, tidak ada yang tahu di mana makamnya berada. Sebagai bentuk penghormatan, sebuah monumen didirikan di Desa Bangsri, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, untuk mengenang jasa-jasa Noyo Gimbal. Semangat perjuangan Noyo Gimbal terus hidup dalam ingatan masyarakat.

Tekad pantang menyerah yang sudah menyatu dengan kehendak para pejuang menjadi inspirasi yang tersebar dari mulut ke mulut. Banyak orang kemudian bersimpati dan terinspirasi oleh perjuangan Noyo Sentiko atau Noyo Gimbal. Kisah perjalanan perang gerilya Noyo Gimbal telah meninggalkan jejak yang mendalam. Berbagai nama desa di daerah yang pernah dilaluinya, mulai dari Kabupaten Rembang hingga Kabupaten Blora, menjadi saksi bisu perjuangannya. Nama-nama ini menjadi pengingat akan semangat perlawanan dan pengorbanan para pejuang lokal dalam melawan kekuasaan kolonial. Meskipun akhir hidupnya tragis, perjuangan Noyo Gimbal tidak sia-sia. Keberaniannya menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya untuk terus memperjuangkan kemerdekaan dan martabat bangsa. Kisahnya menjadi bukti nyata kuatnya resistensi lokal terhadap kekuasaan kolonial dan tetap dikenang sebagai bagian penting dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Reporter : Ilham Arifin Koeswoyo / Khoirul Fatimah / M. Sandy Prakoso

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top