
Tuban, 20/06/2025 – Publik dikejutkan oleh terungkapnya kasus dugaan korupsi besar-besaran dalam korporasi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng yang mencapai nilai fantastis Rp11,8 triliun. Dalam penyelidikan yang tengah berjalan, Wilmar Group, salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia dan dunia menjadi sorotan utama aparat penegak hukum. Wilmar International Limited memberikan klarifikasi terkait tumpukan uang pecahan Rp100.000 yang dipamerkan oleh Kejaksaan Agung dalam konferensi pers pada Selasa, 17 Juni 2025, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
“Uang jaminan tersebut merupakan sebagian dari kerugian negara yang diduga terjadi dan sebagian dari keuntungan yang diperoleh Wilmar dari perbuatan yang diduga dilakukannya,” kata siaran pers resmi perusahaan induk Wilmar Group, yang dikutip oleh Tempo, Rabu (18/06/2025).
Pihak Wilmar mengatakan bahwa dana tersebut akan dikembalikan apabila Mahkamah Agung (MA) menyatakan perusahaan tidak bersalah dalam perkara yang sedang bergulir. Sebaliknya, apabila putusan menyatakan sebaliknya, maka seluruh atau sebagian dana itu akan menjadi sitaan negara.
Dalam konferensi pers, Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, menyampaikan bahwa dana triliunan rupiah tersebut berasal dari penyitaan terhadap lima korporasi yang berada di bawah PT Wilmar Group dan berstatus sebagai terdakwa dalam kasus tersebut. Kelima terdakwa tersebut yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Total dana yang telah dikembalikan oleh lima entitas korporasi di bawah naungan Wilmar Group kepada Kejaksaan Agung mencapai Rp11.880.351.802.619. Pengembalian ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) yang terjadi selama periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
“Uang tersebut sekarang kami simpan di Rekening Penampungan Lain (RPL) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Bank Mandiri,” kata Sutikno.
Terhadap uang tersebut, Sutikno mengatakan bahwa jaksa penuntut umum (JPU) menyita seluruhnya dalam rangka kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi. Uang tersebut sebelumnya nyaris lenyap setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan lepas atau ontslag van alle rechtsvervolging dalam perkara tersebut. Mengutip dari situs resmi Mahkamah Agung (MA), tiga perusahaan yang terlibat dalam kasus ini PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dinyatakan bebas dari seluruh tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa ketiga terdakwa memang melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun, perbuatan tersebut dinilai tidak termasuk dalam kategori tindak pidana. Akibatnya, seluruh dakwaan JPU, baik yang utama maupun alternatif, dinyatakan gugur dan para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Seiring waktu, putusan tersebut memicu kontroversi lanjutan. Tiga hakim yang memeriksa dan mengadili perkara itu yakni Djuyamto sebagai (hakim ketua), Agam Syarif Baharuddin sebagai (hakim anggota), serta Ali Muhtarom yang menjabat (hakim ad hoc) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga menerima aliran dana suap atau gratifikasi bersama Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dengan total nilai mencapai Rp60 miliar. Dari jumlah tersebut, ketiganya disebut memperoleh imbalan sebesar Rp22,5 miliar sebagai kompensasi atas putusan yang mereka keluarkan.
Reporter: Rosita Devi / M. Sandy Prakoso / Siti Fadhilah Nur Ilma