SOLUTIF

Kampus Bukan Pabrik Sarjana, Tapi Ladang Wirausaha

Foto: Silvi Wahyu Pratiwi saat menyampaikan materi mindset wirausaha sukses dalam workshop FISIP Unirow (Dok. Pribadi.)

SOLUTIF, Tuban-(04/07/2025) Satya Irawatiningrum, S.Sos., M.I.Kom., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban, menjadi salah satu tokoh yang mendorong pentingnya penguatan semangat wirausaha di kalangan mahasiswa. Hal itu terungkap dalam kegiatan workshop kewirausahaan bertajuk “Akselerasi Bisnis pada Pengembangan Usaha Mahasiswa FISIP”, yang digelar di kampus Unirow pada Kamis, (03/07/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2022 dengan tujuan memperkuat peran kampus sebagai pencetak wirausahawan muda, bukan sekadar pemberi ijazah.

Dalam acara tersebut, Satya menegaskan bahwa Unirow tengah membangun ekosistem kewirausahaan melalui lembaga inkubator bisnis. Langkah ini menjadi bentuk respons terhadap realitas dunia kerja yang semakin kompetitif, di mana ijazah dan IPK saja tidak lagi cukup. Dunia kerja menuntut keterampilan, kemandirian, serta ketahanan mental yang tinggi. Karena itu, semangat berwirausaha tidak boleh muncul di akhir masa kuliah, tetapi harus dibentuk sejak dini, bahkan dari ruang kelas.

Kegiatan workshop ini bukan sekadar acara seremonial kampus. Kehadiran hampir seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2022 menandakan adanya kegelisahan nyata. Banyak di antara mereka yang ingin memulai usaha, tetapi merasa bingung dari mana harus memulai. Persoalan klasik seperti modal, waktu, jaringan, dan keberanian menjadi tantangan utama yang kerap menghambat langkah awal mahasiswa dalam merintis usaha. Menjawab tantangan inilah, kampus diharapkan hadir dengan solusi sistematis, bukan kegiatan insidental.

Dr. Sri Rahmaningsih, pembina Inkubator Wirausaha Unirow, turut menyampaikan harapannya agar inkubator bisnis kampus dapat menjadi ruang pendampingan yang nyata. “Saya berharap agar inkubator bisnis ini bisa membantu teman-teman dalam berwirausaha,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas bahwa niat baik institusi harus diiringi dengan sistem pendukung yang konkret, seperti pendampingan rutin, koneksi pasar, dan ruang aman untuk gagal.

Yang paling menyentuh dari workshop tersebut datang dari Silvi Wahyu Pratiwi, S.I.Kom., pemilik Silvi Group sekaligus alumni Unirow. Ia membagikan pengalaman berwirausaha dari sudut pandang praktis. Bukan teori pemasaran rumit atau proposal berlembar-lembar yang ia sampaikan, melainkan satu pesan sederhana yang mendalam: bahwa untuk memulai usaha, yang dibutuhkan adalah niat yang sungguh-sungguh.

Pesan itu mencerminkan kenyataan yang kerap terjadi di kalangan mahasiswa. Mereka merasa tidak mampu bukan karena kekurangan ide, melainkan karena banyaknya keraguan dan ketakutan. Mereka cenderung menunggu hingga semuanya sempurna, padahal usaha sejatinya tumbuh dari proses yang tidak selalu siap dan penuh ketidaksempurnaan. Yang utama adalah keberanian untuk terus bergerak.

Dalam sejarah perkembangan pendidikan tinggi, wacana kewirausahaan mulai mendapat tempat pada dua dekade terakhir. Namun, pendekatannya masih sering bersifat formalitas dan kurang menyentuh realitas mahasiswa. Bonus demografi yang sering dibanggakan tidak akan memberi dampak signifikan apabila kampus tidak memfasilitasi generasi muda dengan keadilan kesempatan dan ruang aktualisasi yang nyata.

Kampus semestinya tidak lagi hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga ladang subur bagi tumbuhnya wirausaha muda. Workshop ini menjadi catatan penting dalam sejarah pembelajaran kewirausahaan di Unirow. Namun, keberlanjutan tetap menjadi kunci. Harus ada sistem pembinaan yang berjenjang, koneksi antara ide dan kebutuhan pasar lokal, serta keberanian institusi untuk memposisikan mahasiswa sebagai mitra pembangunan ekonomi daerah.

Mahasiswa hari ini adalah pelaku ekonomi masa depan. Jika kampus tidak membekali mereka dengan keberanian, keterampilan, dan jejaring sejak sekarang, maka yang akan lahir hanyalah generasi dengan gelar akademik tetapi miskin keberanian. Karena itu, wirausaha tidak boleh lagi dianggap pelengkap kurikulum. Ia adalah inti—dan kampus harus berdiri sebagai ladang tempat benih-benih itu ditanam dan disiram dengan sungguh-sungguh.

 

Reporter: Moh.Najib Aufani/ Silva Ayu Triani/ Sheilatul Uftavia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top