
SOLUTIF – Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan signifikan setelah kesepakatan damai antara Iran dan Israel tercapai, disertai dengan rencana negara-negara anggota OPEC+ untuk menambah produksi dalam waktu dekat. Dua faktor ini membuat pasar energi global bereaksi negatif, mengakibatkan harga minyak mentah jatuh ke level terendah dalam beberapa pekan terakhir. (30/6/2025)
Dalam perdagangan hari Senin, harga minyak Brent tercatat turun sebesar 6,1 persen ke angka USD 67,14 per barel. Harga West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami koreksi serupa, melemah sekitar 6 persen ke level USD 64,37 per barel. Bahkan, menurut laporan dari Kontan.co.id, harga Brent sempat menyentuh USD 67,1 dan WTI turun ke USD 64,58 dalam sesi perdagangan pagi.
Kesepakatan damai antara Iran dan Israel dianggap sebagai pemicu utama dari perubahan harga ini. Sebelumnya, konflik berkepanjangan kedua negara telah menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan distribusi minyak dunia, terutama di kawasan Selat Hormuz jalur pengiriman energi penting yang dilalui sekitar 20 persen pasokan minyak global. Dengan meredanya ketegangan, risiko terhadap pasokan pun menurun, dan pasar langsung merespons dengan aksi jual.
Selain itu, tekanan tambahan datang dari pernyataan OPEC+ yang menyatakan akan meningkatkan produksi minyak mulai Agustus 2025. Langkah ini diambil untuk menyeimbangkan pasokan dengan permintaan global yang masih belum stabil pasca perlambatan ekonomi di beberapa negara konsumen utama. Namun, langkah tersebut justru menimbulkan kekhawatiran baru terkait potensi kelebihan pasokan, yang pada akhirnya menekan harga lebih dalam.
Analisis energi dari Institute for Global Resources, Bima Kurniawan, menilai bahwa koreksi harga minyak saat ini wajar terjadi, “Ketika dua faktor utama stabilitas geopolitik dan penambahan pasokan terjadi bersamaan, pasar akan langsung bereaksi. Harga yang selama ini tinggi karena kekhawatiran krisis, kini terkoreksi karena ekspektasi stabil”.
Di pasar global, penurunan harga minyak ini juga berdampak pada pergerakan saham sektor energi. Beberapa perusahaan minyak raksasa mencatatkan pelemahan saham, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek margin keuntungan ke depan. Di sisi lain, beberapa negara importir minyak seperti India dan Tiongkok justru menyambut positif penurunan ini karena bisa menekan biaya impor energi mereka.
Para pelaku pasar juga kini tengah memantau pernyataan lanjutan dari OPEC+ dan negara-negara produsen utama seperti Arab Saudi dan Rusia, yang memiliki pengaruh besar dalam menjaga stabilitas harga minyak dunia. Jika rencana penambahan produksi terus berjalan tanpa disertai kenaikan permintaan, maka tren penurunan harga berpotensi berlanjut hingga kuartal ketiga tahun ini.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku sedang mencermati perkembangan ini. Penurunan harga minyak bisa berdampak pada struktur subsidi BBM dalam negeri dan perhitungan asumsi harga dalam APBN. Meski berpotensi mengurangi beban subsidi, fluktuasi harga tetap harus diantisipasi untuk menjaga stabilitas fiskal.
Walaupun pasar saat ini cenderung tenang, pelaku industri tetap diminta untuk mewaspadai potensi ketegangan baru, bencana alam di negara produsen, atau kebijakan mendadak dari negara-negara besar yang bisa kembali memengaruhi harga energi global secara cepat.
Reporter: Nofiana / M. Sandy Prakoso / Siti Fadhilah Nur Ilma