
TUBAN ( 02/05/2025 ) – Lonjakan harga kelapa secara tiba-tiba membuat para pedagang dan pelaku usaha kuliner di Pasar Karangagung, Tuban, kelimpungan. Dalam dua pekan terakhir, harga kelapa utuh yang sebelumnya hanya Rp5.000–Rp6.000 per butir, kini melonjak drastis menjadi Rp10.000–Rp20.000. Kenaikan ini membuat banyak penjual harus mengurangi stok harian, bahkan sebagian mulai beralih ke bahan alternatif.
“Biasanya saya parut 100 butir kelapa tiap hari. Sekarang cuma sanggup beli 50 butir. Harga dari pengepul naik terus, dan pelanggan mulai banyak yang mengeluh,” ujar Bu Siti sambil menunjukkan tumpukan kelapa yang jumlahnya tampak berkurang dari biasanya. “Kalau saya naikkan harga santan, orang-orang nggak mau beli. Tapi kalau nggak dinaikkan, saya tekor.”
Siti juga mengatakan bahwa banyak pelanggan tetapnya, seperti pemilik warung makan dan tukang kue, kini mengurangi jumlah pembelian karena tak mampu lagi mengikuti harga pasar. “Langganan saya yang jual kue basah biasanya beli 10 liter santan, sekarang cuma 5 liter. Mereka juga bingung,” lanjutnya.
Tak hanya Siti, sejumlah pedagang lain di Pasar Karangagung juga menyampaikan keluhan serupa. Mulyono, penjual kelapa utuh, mengatakan bahwa pasokan dari luar daerah seperti Lamongan dan Gresik mulai tersendat. “Katanya panen gagal gara-gara cuaca jelek. Sekarang saya susah dapat barang, dan kalaupun ada, harganya tinggi sekali,” jelasnya.
Menurut sejumlah pedagang kelapa di Pasar Karangagung, pasokan kelapa ke pasar tradisional memang menurun akibat cuaca ekstrem di sentra produksi. Hujan berkepanjangan disertai hama tanaman menyebabkan turunnya hasil panen kelapa, terutama dari petani di Jawa Timur bagian timur dan Sulawesi.
Di tengah tekanan ekonomi ini, sebagian pelaku usaha mencoba berinovasi dengan mencampur santan asli dengan santan instan atau santan bubuk. Namun hasilnya dinilai belum bisa menggantikan rasa autentik santan segar.
“Rendang itu tidak bisa bohong. Kalau pakai santan instan, rasanya beda,” ujar Bu Siti sambil tertawa kecil. “Tapi apa boleh buat, ini cara bertahan hidup sekarang.”
Lonjakan harga kelapa yang terjadi di Pasar Karangagung adalah cermin dari tantangan yang dihadapi pedagang tradisional di seluruh Indonesia. Di saat harga melonjak, mereka harus terus mencari cara agar bisa bertahan tanpa mengorbankan kualitas dan kepercayaan pelanggan.
Bagi saya, ini bukan sekadar soal mahalnya harga kelapa. Ini adalah peringatan bahwa kita butuh sistem pangan yang lebih tangguh dan berpihak pada pelaku usaha kecil. UMKM seperti Bu Siti bukan hanya tulang punggung ekonomi lokal, tapi juga penjaga budaya kuliner Indonesia. Jika mereka goyah, maka banyak hal lain ikut rapuh.
Kenaikan harga kelapa di Pasar Karangagung ini membuka mata saya bahwa di balik satu komoditas, ada rantai panjang yang terdampak. Dalam kondisi seperti ini, adaptasi menjadi keharusan. Namun peran pemerintah tetap krusial untuk memastikan keberlangsungan usaha rakyat kecil.
Reporter: Nur Abbel Elyza Putri / Anjar Sli Julianzani / S. Fadhilah N. I.