
SOLUTIF – Di tengah gempuran minuman modern dan gaya hidup instan, siapa sangka penjual jamu tradisional seperti beras kencur, kunyit asam, dan asem tetap eksis dan diminati oleh masyarakat. Di Desa Cendoro, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, seorang bapak tulang punggung keluarga bernama pak Matikno, sejak tahun 2010 hingga kini masih rutin menjual jamu dari rumah dan berkeliling kampung setiap pagi sampai siang. Yang membuat jamu buatannya tetap dicari adalah kualitas bahan alami dan resep warisan turun-temurun. Kapan pun jamunya selalu tersedia, para pelanggan setia langsung mengantre, karena merasa cocok dengan manfaat kesehatannya. Selain manfaatnya yang banyak, jamu pak Matikno juga memiliki rasa yang enak dan segar. Dengan cara menjual di rumahan dan keliling, Pak Matikno dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sekaligus melestarikan budaya lokal. (11/07/2025)
Jamu tradisional telah lama dikenal sebagai warisan budaya bangsa yang memiliki banyak manfaat. Beras kencur diyakini mampu meningkatkan stamina, kunyit asam baik untuk wanita saat menstruasi, dan asem dipercaya membantu pencernaan. Pak Matikno dan dibantu dengan istrinya meracik sendiri semua jamu yang dijual, dimulai dari memilih bahan segar dari pasar pagi hingga merebusnya di dapur rumahnya. Ia tidak menggunakan pengawet dan pewarna apapun, sehingga jamunya harus habis dalam waktu dua hari.
Dalam sehari, Pak Matikno mampu menjual 30 hingga 50 botol jamu ukuran 250 ml dengan harga Rp5.000 per botol. Selain menjual langsung dari rumah, ia juga keliling menggunakan gerobak ontel miliknya, menyusuri desa dan kampung sekitar.
“Kalau tidak saya jual keliling mungkin peminatnya bakalan sedikit sebab sekarang banyak orang yang suka meminum jamu kapsul dibandingkan dengan jamu tradisional seperti beras kencur dan kunyit asem, nanti orang-orang malah lupa rasanya jamu. Padahal ini sehat dan murah dibandingkan jamu yang beli di apotek,” ujar Pak Matikno.
Pendapatan dari berjualan jamu memang tidak besar, namun cukup untuk membantu biaya pendidikan anak-anak dan kebutuhan dapur. Selain itu, ia juga menerima pesanan jamu segar untuk acara hajatan atau pengajian. Banyak warga desa yang kini justru lebih memilih jamu alami dibandingkan minuman kemasan karena dinilai lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping.
Pak Matikno tidak berjualan jamu saja melainkan beliau juga jualan Es gulas. Selain menyegarkan minuman ini juga menyehatkan sebab pembuatnnya dari bahan alami seperti kunyit, gula merah, dan asam jawa. Harganya juga terjangkau satu porsinya seharga Rp2.000 saja. Tetapi jualannya di rumah saja tidak dibawa keliling.
Di tengah perubahan zaman, peran pelaku ekonomi mikro seperti pak Matikno sangat penting dalam mempertahankan warisan lokal dan menyokong perekonomian desa. Pemerintah daerah pun mulai memberikan pelatihan dan bantuan peralatan sederhana kepada para penjual jamu rumahan agar mereka dapat terus berkembang. Dengan semangat dan konsistensinya, pak Matikno membuktikan bahwa usaha kecil berbasis tradisi pun dapat tetap bertahan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Reporter: Zumrotun Muayyadah Zesika / M. Sandy Prakoso / Siti Fadhilah Nur Ilma