SOLUTIF

Tukang Tambal Ban jadi Penopang Ekonomi Keluarga: Usaha Sederhana yang Tetap Dicari Sepanjang Zaman

Jasa tambal ban yang masih eksis hingga saat ini

SOLUTIF – Di tengah kemajuan teknologi dan derasnya arus digitalisasi ekonomi, usaha tambal ban tetap bertahan sebagai salah satu penopang ekonomi masyarakat lapisan bawah. Usaha ini masih sangat dibutuhkan, terutama di daerah-daerah yang menjadi jalur lintasan kendaraan, seperti di Desa Cendoro, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. (04/07/2025)

Riski (32), seorang tukang tambal ban yang berasal dari Jombang dan kini menetap di Cendoro, adalah salah satu contoh nyata bagaimana sektor ekonomi mikro bisa menopang kehidupan keluarga. Dengan membuka jasa tambal ban di pinggir jalan raya yang ramai, ia mampu menghidupi istri dan anaknya, bahkan menabung sedikit demi sedikit untuk kebutuhan jangka panjang.

“Awalnya saya cuma ikut teman di bengkel tambal ban, tapi lama-lama belajar sendiri. Alat seadanya, lama-lama bisa beli sendiri dari hasil kerja. Sekarang alhamdulillah bisa buka sendiri walau masih kecil-kecilan, alasannya saya merantau di cendoro karena dulu pesaing di sini di bilang masih sedikit bukan seperti sekarang yang semakin ramai orang buka usaha tambal ban,” ujar Riski.

Usaha tambal ban miliknya berdiri di sebuah bangunan sederhana dari bambu dan terpal. Di dalamnya terdapat satu unit kompresor bekas, alat tambal manual, lem, dan beberapa ban dalam cadangan. Setiap hari, Riski membuka jasanya sejak pukul 05.00 hingga 21.00 WIB. Ia melayani semua jenis kendaraan roda dua dan roda empat.

Rata-rata, Riski melayani 5 hingga 10 pelanggan per hari, dengan tarif tambal ban berkisar antara Rp2.000 hingga Rp50.000, tergantung jenis ban dan kerusakan. Penghasilannya per hari bisa mencapai Rp200 ribu, yang jika dikumpulkan dalam sebulan bisa mencapai sekitar Rp5–6 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% digunakan untuk kebutuhan harian dan operasional, sisanya ditabung untuk keperluan sekolah anak dan perawatan alat.

Dalam perspektif ekonomi lokal, usaha tambal ban seperti yang dijalankan Riski termasuk dalam sektor ekonomi informal, namun berperan penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Ketika ban kendaraan bocor di jalan, tukang tambal ban menjadi penyelamat yang dibutuhkan kapan saja, tanpa harus antri panjang seperti di bengkel resmi.

Meski sederhana, usaha ini menghadapi tantangan tersendiri, seperti musim hujan yang mengurangi jumlah pelanggan, dan persaingan dengan sesama tukang tambal ban di jalur yang sama. Namun Riski mengaku tetap semangat karena sudah menjadi pilihan hidupnya. “Yang penting halal dan cukup buat makan.

“Saya juga pengin suatu saat buka bengkel motor kecil yang lebih lengkap ,” tambahnya.

Usaha tambal ban, meski terlihat remeh bagi sebagian orang, nyatanya tetap menjadi peluang ekonomi yang layak dijalani. Dengan keuletan dan niat baik, usaha sederhana ini mampu menciptakan dampak nyata bagi kesejahteraan keluarga dan lingkungan sekitar.

 

Reporter: Zumrotun Muayyadah Zesika / M. Sandy Prakoso / Siti Fadhilah Nur Ilma

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top