SOLUTIF

Sundaland dan Atlantis: Legenda Benua Hilang yang Dikaitkan dengan Nusantara

Sumber gambar : Detik.com

Tuban, detik.com Ribuan tahun sebelum peradaban modern berkembang, wilayah Asia Tenggara pernah menjadi bagian dari daratan luas bernama Sundaland. Para ahli geologi dan arkeolog, seperti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menyatakan bahwa daratan ini dulu menghubungkan Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya dengan daratan utama Asia. Proses geologis ini menarik perhatian banyak peneliti karena diduga berdampak besar terhadap migrasi manusia purba dan perubahan lingkungan di kawasan Nusantara. Keberadaan Sundaland di masa lalu didukung oleh kajian geologi dan paleogeografi, yang menunjukkan bahwa wilayah ini tenggelam akibat naiknya permukaan air laut setelah Zaman Es terakhir, sekitar 11.000 tahun yang lalu.

Fenomena tenggelamnya Sundaland disebabkan oleh mencairnya es di kutub bumi, yang menyebabkan permukaan laut naik drastis. Peristiwa ini menandai transisi dari zaman Pleistosen ke Holosen, dan berdampak besar terhadap penyebaran manusia purba serta pola kehidupan di kawasan Asia Tenggara.

Beberapa peneliti meyakini bahwa daratan Sundaland adalah saksi dari peradaban-peradaban purba yang belum sepenuhnya terungkap. Salah satu klaim yang mencuat dalam beberapa dekade terakhir adalah teori yang mengaitkan Sundaland dengan Atlantis, peradaban legendaris yang pertama kali disebut oleh filsuf Yunani, Plato, sekitar 360 SM dalam dialog Timaeus dan Critias. Dalam tulisannya, Plato menggambarkan Atlantis sebagai peradaban maju yang tenggelam dalam satu malam akibat bencana besar.

Teori tersebut dikembangkan oleh ilmuwan asal Brasil, Prof. Arysio Santos, dalam bukunya Atlantis: The Lost Continent Finally Found. Ia mengemukakan bahwa lokasi Atlantis kemungkinan besar berada di wilayah Indonesia masa kini, khususnya Sundaland. Santos menggunakan deskripsi Plato untuk menyusun argumen geologis dan klimatologis yang mendukung teorinya.

Namun demikian, pandangan ini tidak diakui secara luas dalam komunitas akademik. Prof. Yahdi Zaim, seorang paleontolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menyatakan bahwa klaim tersebut belum memiliki dasar arkeologis atau paleontologis yang cukup kuat.

“Plato tidak menyebutkan lokasi yang sekarang kita kenal sebagai Asia Tenggara. Tanpa bukti nyata seperti artefak atau struktur peradaban, klaim seperti itu masih bersifat spekulatif,” ujar Prof. Yahdi dalam wawancara yang dikutip dari detik.com.

Senada dengan itu, Prof. Dr. Dwi Cahyono, arkeolog dari Universitas Negeri Malang, menegaskan bahwa teori tentang Atlantis di Indonesia masih sangat lemah dari segi bukti material.

“Perlu penggalian dan penelitian yang dalam di bawah laut, dan itu bukan pekerjaan mudah,” katanya dikutip dari detik.com.

Sementara itu, beberapa situs di dunia telah diklaim sebagai lokasi Atlantis, seperti di Samudra Atlantik, Karibia, hingga Antartika. Namun belum ada satu pun yang terbukti secara ilmiah. Di sisi lain, keberadaan Sundaland sebagai daratan purba bukan sekadar mitos, tetapi fakta geologis yang telah dikaji melalui pemetaan dasar laut, analisis sedimen, dan rekonstruksi paleogeografi.

Meskipun hubungan antara Sundaland dan Atlantis masih menjadi perdebatan, penelitian tentang daratan purba ini terus menarik perhatian karena memberi gambaran penting tentang sejarah geologis dan migrasi manusia di Nusantara. Upaya lebih lanjut untuk menelusuri jejak budaya prasejarah di kawasan ini berpotensi memperkaya pemahaman kita terhadap warisan leluhur dan dinamika bumi pada masa lampau.

 

Reporter: Natasya Sahana/ Silva Ayu Triani/ Sheilatul Uftavia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top