SOLUTIF

Hari Buku Nasional: Saatnya Indonesia Membaca, Bukan Hanya Merayakan

Ilustrasi buku hanya jadi pajangan

Tuban, 20 Mei 2025 – Setiap tanggal 17 Mei, Indonesia memperingati Hari Buku Nasional. Di berbagai kota, perayaan ini diramaikan dengan pameran buku, peluncuran karya baru, diskusi literasi, hingga kampanye membaca. Namun, dibalik gegap gempita perayaan tahunan ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah Hari Buku benar-benar mendorong Indonesia menjadi bangsa pembaca, atau sekadar menjadi seremoni sesaat tanpa dampak nyata? Data dari berbagai survei literasi menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. faktanya masih banyak anak dan remaja yang lebih akrab dengan gawai ketimbang buku. Budaya membaca belum benar-benar mengakar, terutama di luar lingkungan akademik.

Perlu diakui, tantangan zaman turut memengaruhi. Di era digital seperti sekarang, tantangan dunia literasi semakin kompleks. Gawai, media sosial, dan konten instan menjadi saingan utama buku konvensional. Meski demikian, hal ini tidak selalu menjadi ancaman. Justru, teknologi dapat dimanfaatkan untuk memperkuat budaya membaca melalui buku digital (e-book), platform membaca daring, hingga komunitas literasi virtual.

Munculnya platform seperti Google Books, Wattpad, Gramedia Digital, dan aplikasi perpustakaan online milik pemerintah seperti iPusnas menjadi solusi untuk memperluas akses terhadap bacaan. Kini, membaca tidak lagi terbatas pada buku fisik, siapa pun bisa membaca kapan saja dan di mana saja. Buku merupakan sumber daya yang dipadatkan oleh algoritma. Memahami buku bukan hanya soal isi, tapi perjalanan memahami melatih kesabaran, mengasah nalar, dan membangun kedalaman.

Hari Buku Nasional seharusnya menjadi momentum refleksi: sejauh mana kita menjadikan buku sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya untuk seremonial, tapi untuk membangun kebiasaan membaca yang dimulai dari rumah, dan diperkuat di sekolah. Buku adalah simbol dari proses intelektual yang panjang dan justru karena itu, menjadi antitesis penting dari budaya instan. Jika buku tidak lagi bermakna, bukan karena ia tak berharga, melainkan karena kita yang lupa menghargainya. Maka tugas kita adalah mengembalikan kesadaran bahwa dibalik setiap halaman, ada dunia yang menanti untuk dijelajahi.

Karena seperti yang diungkapkan oleh salah satu Tokoh Nasional, Moh.Hatta ”Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”

Diperlukan komitmen nyata dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperluas akses terhadap buku berkualitas, khususnya di daerah terpencil. Sekolah perlu membudayakan literasi bukan hanya sebagai kegiatan tambahan, tetapi sebagai inti pembelajaran. Orang tua dan masyarakat juga memegang peranan penting sebagai teladan pembaca.

Merayakan Hari Buku memang penting, tetapi yang lebih penting adalah menjadikan membaca sebagai gaya hidup. Hari Buku Nasional harus menjadi pengingat bahwa tujuan kita jauh lebih besar daripada sekedar merayakan. Tujuan kita adalah menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang literat. Mari kita jadikan Hari Buku Nasional bukan hanya sebagai hari untuk mengenang, tetapi sebagai hari untuk memulai perubahan nyata, sebagai revolusi kecil yang dimulai kebiasaan membaca. Sudah saatnya Indonesia membaca, bukan hanya merayakan.

Reporter: Dea Catur Wahyu Ambarwati/Khoirul Fatimah/M. Sandy Prakoso

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top