
Tuban (15/04/2025) – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah mematangkan rencana penyediaan fasilitas pinjaman guna membantu mahasiswa dalam membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Langkah ini diambil sebagai respons atas kekhawatiran publik terkait meningkatnya biaya pendidikan tinggi. Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, menjelaskan bahwa mahasiswa nantinya hanya akan diwajibkan melunasi pinjaman setelah bekerja dan memperoleh pendapatan di atas batas tertentu.
“Angsuran hanya akan dibayarkan peminjam setelah penghasilan tahunan mereka melewati batas tertentu, misalnya Rp 54 juta per tahun,” ucap Stella, dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa, 1 April 2025, melalui laman resmi Tempo.co.
Selain itu, pemerintah memastikan adanya asuransi untuk meminimalkan risiko kredit macet dalam penerapan skema pinjaman pendidikan ini. Mekanisme pelunasan pinjaman pun dirancang agar dilakukan secara otomatis melalui pemotongan gaji peminjam.
“Konsekuensi lain juga akan minim karena skema pembayaran akan ditarik otomatis dari gaji setelah bekerja,” ujar Stella.
Menurut pejabat Kemendikbudristek, skema pinjaman ini akan berfungsi layaknya kredit pendidikan. Mahasiswa dapat meminjam dana untuk membayar UKT dan mengembalikannya secara bertahap setelah lulus serta memperoleh pekerjaan. Pemerintah berharap, melalui program ini, akses ke pendidikan tinggi menjadi lebih merata dan tidak lagi terhambat oleh keterbatasan finansial.
Inisiatif ini juga dirancang untuk mengurangi beban mental mahasiswa yang selama ini harus memikirkan biaya kuliah di tengah proses pembelajaran. Pemerintah berencana menggandeng lembaga-lembaga keuangan guna memastikan mekanisme pinjaman berjalan lancar dan transparan.
Rencana ini disambut baik oleh berbagai kalangan, terutama mahasiswa dan orang tua. Meski demikian, sejumlah pihak masih menantikan kejelasan terkait detail teknis pelaksanaan, seperti besaran bunga pinjaman dan syarat-syarat pengembaliannya.
Dengan adanya langkah ini, diharapkan tidak ada lagi mahasiswa yang terpaksa putus kuliah karena kendala biaya, sekaligus mendorong peningkatan angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia.
Reporter: Rhofi Dzar Tsania F./Natasya Sahana/SFNI